Mengenal Lebih Dekat Sosok Maria Al-Qibtiyyah


1. Biografi 
Salah seorang istri Rasulullah Saw berasal dari Qibti di Mesir. cantik, molek, lemah lembut. Maria al-qibtiyah dalam (Bahasa Arab: مارية القبطية ) atau Maria si Qibti, bahasa Inggeris (Maria The Copt)
Maria al-qibtiyyah lahir di desa Hifn, dekat kota Anshina, disebelah timur sungai Nil,ia berasal dari suku qibti,mesir,yang beragama kristen ortodoks . Ayahnya bernama Syam'un asli qibti, sedangkan ibunya berdarah romawi beragama nasrani.
ketika menginjak remaja, ia dan saudaranya yang bernama Sirin, di ambil oleh Maqauqis sebagai dayang-dayang, pada saat itulah, di kalangan rakyat mesir sudah tersebar berita tentang kedatangan seorang nabi di jazirah arab. berita itu diperkuat oleh kedatangan utusan Rasulullah Hathib bin Abi Balta'ah, yang menyampaikan surat kepada Muqauqis.yang isi suratnya menyatakan ajakan masuk islam kepada Maqauqis,tapi Maqauqis tidak dapat memenuhi ajakan Rasulullah untuk memeluk agama islam,karena rakyat qibti sangat kuat berpegang pada agama leluhur.kemudian Maqauqis memberi 2 orang wanita sebagai hadiah dan sejumlah pakaian kepada Hathib untuk Rasulullah. maka pulanglah Hathib ke madinah bersama Maria dan Sirin beserta pembantu. singkat cerita Rasulllah menikahi Mari al qibtiyah,sedangkan Sirin di nikahkan dengan Hasan bin Tsabit.
2.             Tahun pengutusan
Pada tahun 6 SH (627 – 628 M), Nabi Muhammad disebutkan menulis surat kepada pengusaha kaya Timur Tengah, yang membahasa kepercayaan baru dan mengajak pengusaha itu untuk bergabung. Apa yanng merupakan isi dari bagian surat dapat ditemukan dalam kitab Tarikh at-Tabari karya Muhammad bin Jarir at-Tabari, yang ditulis 250 tahun setelah kejadian itu diriwayatkan. Tabari menulis bahwa seorang utusan dikirimkan kepada Pemerintah Mesir, al-Muqawqis.
Catatan dalam edisi State University of New York karya Tabari menjelaskan bahwa hal tersebut tampak sama dengan versi Koresh dari Kaukasus, yang merupakan Partiark Bizantium dari Alexandria.[3] Catatan tersebut menambahkan bahwa Koresh tidak menjadi Patriark hingga tahun 631, dan sebuah laporan yang menyatakan bahwa ia ditempatkan di Mesir tiga hingga empat tahun lebih awal masih dipertanyakan.
Rasulullah telah menerima kabar penolakan Muqauqis dan hadiahnya, dan betapa terkejutnya Rasulullah terhadap budak pemberian Muqauqis itu. Beliau mengambil Mariyah untuk dirinya dan menyerahkan Sirin kepada penyairnya, Hasan bin Tsabit. Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir yang cantik itu sehingga Rasulullah harus menitipkan Mariyah di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah masjid.
Pada tahun ini, Hātib b. Abi Balta'ah kembali dari al-Muqawqis membawa Māriyah dan saudaranya Sīrīn, bagal betinyanya Duldul, dan keledainya Ya'fūr, dan pakaian-pakaian. Dengan dua wanita al-Muqawqis, telah dikirimkan kepadanya seorang kasim, dan surat tersebut ada padanya. Hātib telah mengajaknya masuk Islam sebelum akhirnya tiba bersama mereka, dan begitu pula Māriyah saudaranya. Rasulullah menempatkan mereka untuk sementara dengan Ummu Sulaym binti Milhān. Māriyah sangat cantik. Nabi mengirim saudaranya Sīrīn kepada Hassān bin Tsābit dan dia melahirkan 'Abdul Rahmān bin Hassān.
3.             Pernikahan dengan dngan Nabi Muhammad s.a.w
Banyak sumber Muslim mengatakan bahwa nabi Muhammad kemudian memerdekakan dan menikahi Maria, namun ini tidak jelas apakah ini fakta historis atau apologi historis. Masalah lain, budak tidak secara otomatis merdeka karena masuk Islam, sehingga hal ini tidak begitu jelas mengapa Maria harus dimerdekakan jika dia siap diislamkan.
Nabi Muhammad tinggal dalam rumah bata lumpur dekat dengan masjid Madinah, dan setiap istrinya memiliki ruang tersendiri dalam rumah bata itu, yang dibangun dalam bentuk barisan yang dekat dengan ruangannya. Maria, walau begitu, tetap ditempatkann di rumah di tepi Madinah. Maria juga tidak dikategorikan sebagai istri dalam beberapa sumber paling awal, seperti dalam catatan Ibnu Hisyam dalam Sirah Ibnu Ishaq.[4]Sumber-sumber Muslim sepakat bahwa dia merupakan kehormatan yang sama yang dimenjadi istri Muhammad, dengan anggapan bahwa dia diberi gelar yang sama seperti istri-istri Nabi Muhammad lain – "Ibu orang-orang Mu'min."
Maria al-qibtiyyah  memberikan nabi Muhammad seorang putra yaitu yang bernama  Ibrahim bin Muhammad. Hanya satu istri nabi Muhammad lainnya, Khadijahyang telah meninggal, telah memberikannya anak. Ibrahim meninggal ketika masih dalam masa pertumbuhan. Perhatian nabi Muhammad terhadap Maria diyakini menyebabkan kecemburuan di antara istri-istri lain. Hal itu tidak dapat teratasi hingga turunnya surahke-66 dalam Al-Qur'an dengan subyek Maria. Berikut ini adalah bagian surah tersebut :
Artinya
“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa.
Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah).
Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu Hafshah bertanya, "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab, "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.
Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.
Sebagian penulis Barat, seperti Gilchrist dan Rodinson, merasa bahwa "kisah sang kekasih" merupakan versi yang yang telah mengalami pengurangan terhadap kisah Maria.
Imam Al-Baladziri berkata, "Sebenarnya, ibunda Mariyah adalah keturunan bangsa Romawi.

Mariyah mewarisi kecantikan ibunya sehingga memiliki kulit yang putih, berparas cantik, berpengetahuan luas, dan berambut ikal."
Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir yang cantik itu, sehingga Rasulullah harus menitipkan Mariyah di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah rnasjid.
Mariya tidak dikategorikan sebagai istri dalam beberapa sumber paling awal, seperti dalam catatan Ibnu Hisyam dalam Sirah Ibnu Ishaq.
ariyah ternyata membuat kedua istri Rasulullah, Hafsah dan Aisyah, berkonspirasi karena cemburu.
Sehingga turunlah firman Allah: "Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula." (QS At-Tahrim: 3-4)

4.             Dikaruniai Anak Dari Nabi Muhammad s.a.w
Allah menghendaki Mariyah al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah setelah Khadijah r.a. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Mariyah, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia.
Mariyah mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaga kandungan istrinya dengan sangat hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijrah, Mariyah melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah dari nama bapak para nabi, Ibrahim a.s.. Lalu beliau memerdekakan Mariyah sepenuhnya. Kaum muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah dengan gembira.
Rasulullah mengaqiqahkan Ibrahim dengan menyembelih dua ekor domba yang besar, mencukur rambut bayi dan bersedekah kepada fakir miskin dengan harta senilai perak yang seukuran dengan timbangan rambut Ibrahim yang telah dicukur. Ibrahim kemudian disusui oleh seorang istri tukang pandai besi yang bernama Abu Saif yang tinggal di perbukitan Madinah.
Akan tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum wanita. Rasa cemburu semakin tampak bersamaan dengan terbongkarnya rahasia pertemuan Rasulullah dengan Mariyah di rumah Hafshah sedangkan Hafshah tidak berada di rumahnya. Hal ini menyebabkan Hafshah marah. Atas kemarahan Hafshah itu Rasulullah mengharamkan Mariyah atas diri beliau. Kaitannya dengan hal itu, Allah telah menegur lewat firman-Nya:
“Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. At-Tahriim:1)
Aisyah mengungkapkan rasa cemburunya kepada Mariyah, “Aku tidak pernah cemburu kepada wanita kecuali kepada Mariyah karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu.
Sungguh itu lebih menyakitkan bagi kami.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun.”
Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun.”
Beberapa orang dari kalangan golongan munafik menuduh Mariyah telah melahirkan anak hasil perbuatan serong dengan Maburi, budak yang menemaninya dari Mesir dan kemudian menjadi pelayan bagi Mariyah. Akan tetapi, Allah membukakan kebenaran untuk diri Mariyah setelah Ali ra. menemui Maburi dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya adalah laki-laki yang telah dikebiri oleh raja.
Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Mariyah bersama Sirin senantiasa menunggui Ibrahim. Suatu malam, ketika sakit Ibrahim bertambah parah, dengan perasaan sedih Nabi bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke rumah Mariyah. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai Ibrahim.”
Tanpa beliau sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal dunia, beliau kembali bersabda, “Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan penintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”
Kematian Ibrahim bertepatan dengan gerhana matahari. Orang-orang lalu menghubungkan kematiannya dengan gerhana, namun Rasulullah meluruskan. "Gerhana bulan dan matahari tidak terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang," sabda beliau.


Demikianlah keadaan Nabi ketika menghadapi kematian putranya. Walaupun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada dalam jalur yang wajar sehingga tetap menjadi contoh bagi seluruh manusia ketika menghadapi cobaan besar. Rasulullah mengurus sendiri jenazah anaknya kemudian beliau menguburkannya di Baqi’.
5.             Kebaikan Maria Al-Qibthiyah r.a. dan Cinta Rasulullah Saw. kepadanya
Abdullah ibn Abdul Rahman ibn Abi Sha‘sha‘ah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw sangat terpukau dengan Maria Al~Qibthiyah. Dia adalah seorang perempuan yang berkulit putih, berambut keriting, dan berparas cantik. Pertama kali, Maria dan saudarinya tinggal di rumah Ummu Sulaim bind Malhan. Ketika mereka berada di rumah tersebut, Rasulullah Saw. mengajak keduanya untuk masuk Islam. Lalu, keduanya menerirna ajakan itu, dan memeluk Islam.
Nabi bermalam bersama Maria dengan status “milk al-yamin” (hamba sahaya). Lalu, beliau mengubah status Maria menjadi istrinya di kalangan keluarganya. Maria adalah seorang perempuan yang memiliki pemahaman agama yang bagus. Rasulullah Saw. menghadiahkan saudarinya, Sirin, kepada Hassan ibn Tsabit, sang penyair. Dari Sirin, lahirlah seorang anak bernama Abdul Rahman.
Sedangkan Maria sendiri melahirkan seorang anak bernama Ibrahim. Pada hari yang ketujuh dari tanggal kelahiran anaknya, Rasulullah Saw menunaikan aqiqahnya dengan menyembelih dua ekor domba yang besar, mencukur rambut bayi, dan bersedekah kepada orang miskin dengan harta senilai perak yang seukuran dengan timbangan rambut Ibrahim yang telah dicukur. Selain itu, beliau menyuruh agar rambutnya dikubur (Inilah yang menjadi contoh sunnah aqikah). Lalu, beliau menamai bayi tersebut dengan Ibrahim.
Ketika Sahna, seorang pembantu Nabi Saw, mengetahui kelahiran putra Nabi, dia langsung memberitahukan hal tersebut kepada suaminya, Abu Rafi‘. Setelah diberi tahu, Abu Rafi‘ datang menemui Nabi Saw untuk turut menyampaikan rasa gembira dan menghadiahkan seorang hamba sahaya. Menyaksikan hal tersebut, istri-istri Nabi merasa cemburu. Dan kecemburuan itu semakin memuncak saat Nabi dikaruniai anak laki-laki dari Maria.
Setelah itu, beliau segera menemui Maria Al-Qibthiyah, sang istri tercinta, untuk mengucapkan selamat kepadanya. Kelahiran putranya itu telah membebaskan dirinya dari status budak.  Beliau pun memangku sang bayi, menggendongnya ke hadapan Maria, sebagai kegembiraan dan kasih sayang.

6.             Kecemburuan Rasulullah Saw. terhadap Maria Al-Qibthiyah r.a.
Abdullah ibn ‘Amr menceritakan bahwa Maria Al-Qibthiyah memiliki saudara laki-laki yang menyertainya datang dari Mesir. Laki-laki tersebut memeluk ajaran Islam dan dikenal sebagai seorang Muslim yang baik. Hanya saja, dia masih sering mengunjungi Maria ke kamarnya. Hingga suatu ketika, Rasulullah Saw masuk ke rumah Maria—saat itu dia sedang mengandung Ibrahim, lalu beliau mendapati laki-laki tersebut sedang berada di sana. Sontak saja, sebagai seorang Iaki-laki yang normal, kecemburuan Nabi Saw muncul seketika. Sehingga, beliau keluar rumah dengan roman muka yang memerah.
Melihat hal tersebut, Umar bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa roman wajahmu berubah?” Lalu Nabi Saw menjelaskan perihal saudara dekat Maria. Setelah mendengar jawaban Rasulullah Saw, Umar langsung menghunuskan pedangnya, dan bergegas menuju rumah Maria. Ketika didapati seorang laki-laki sedang berada di sana, Umar menarik pedangnya untuk mengancam laki-laki tersebut.
Namun, belum sampai hunusannya tertancap, laki-laki tersebut malah menyerahkan dirinya. Umar pun merasa iba, dan kembali menemui Rasulullah Saw untuk mengabarkan hal yang telah terjadi. Beliau bersabda kepadanya, “Sesungguhnya Malaikat Jibril telah datang dan mewahyukan kepadaku bahwa Maria dan saudaranya telah dibersihkan oleh Allah dari prasangka burukku.
Malaikat Jibril juga menegaskan bahwa Maria sedang mengandung seorang anak laki-laki yang mirip denganku, dan aku disuruh untuk menamainya Ibrahim. Sehingga, aku dipanggil dengan Abu Ibrahim. Seandainya bukan karena aku enggan mengganti panggilan yang sudah aku dapatkan sebelumnya, pastilah aku akan menerima panggilan yang Jibril berikan untukku (Abu Ibrahim).”
Ibn Hajar berkata, “Ibn Sa‘ad menyebutkan sebuah riwayat dari Abdullah ibn Abdul Rahman ibn Abi Sha‘sha‘ah, dia berkata, “Pada tahun ke-7 H, Raja Muqauqis—salah seorang penguasa Kerajaan Alexandria di Mesir—mengirimkan hadiah kepada Rasulullah Saw Yaitu, Maria dan saudarinya yang bernama Sirin, seribu kantong emas, dua puluh baju yang lembut, kuda Daldal, dan himar ‘Afir (atau Ya‘fur).
Raja juga menghadiahkan salah seorang saudara dekat Maria yang sudah tidak memiliki hasrat kepada perempuan (khushiy). Orang tersebut sudah berusia lanjut dan dikenal dengan nama Ma’bur.  Semua badiah tersebut dia titipkan kepada Hathib ibn Abi Balta‘ah. Di sepanjang perjalanan, Hathib mengajak Maria, Sirin, dan Ma’bur untuk memeluk Islam. Akhirya, Ma’bur, Maria, dan Sirin masuk Islam.
‘Amrah meriwayatkan bahwa Nisyah r.a. berkata, “Belum pemah aku terkagum-kagum dengan seorang perempuan kecuali Maria. Walaupun pada mulanya dia hanyalah seorang hamba sahaya perempuan, dia berparas cantik dan berambut ikal. Rasulullah Saw pun terpukau dengan kecantikannya. Sehingga Maria ditempatkan di rumah milik Haristah ibn Al-Nu‘man, karena dia memang masih menjadi hamba sahaya kami.
Selama siang dan malam, Nabi selalu menemani Maria. Hal tersebut membuat aku merasa khawatir dan agak mengeluh. Akhimya, beliau mengangkat status Maria menjadi lebih baik Dengan hal itu, kami merasa lebih berat lagi (menghadapinya).
Mengomentari Maria, Imam Al-Baladziri berkata, “Sebenarnya, ibunda dari Maria adalah keturunan bangsa Romawi. Agaknya, Maria mewarisi kecantikan dari ibunya. Sehingga Maria memiliki kulit yang putih, berparas cantik, dan berambut ikal.”
Sementara itu, Al-Bazzar meriwayatkan dengan sanad yang baik (hasan), dari Abdullah ibn Burdah, dari ayahnya, dia berkata, “Pembesar suku Qibthi telah menghadiahkan dua orang hamba sahaya perempuan, beserta seekor kuda, kepada Rasulullah Saw Adapun kuda tersebut sering beliau tunggangi saat berada di Madinah. Sementara seorang hamba sahaya perempuan (Maria) beliau ambil untuk diperistri.”
Dalam hal ini, Imam A1-Waqidi meriwayatkan dari Musa ibn Muhammad ibn Ibrahim, dari ayahnya, dia berkata, “Orang yang rela memberi nafkah kepada Maria adalah Abu Bakar, hingga beliau wafat. Lalu, dilanjutkan oleh Umar, hingga Maria wafat pada masa kekhalifahan beliau.”
Minuman (Masyrabah) Ummu Ibrahim
Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa pada tahun ke-4 H, Rasulullah Saw memerangi kaum Yahudi dari kalangan Bani Nadhir, dan berhasil menaklukkan benteng, dan merampas harta benda yang mereka miliki. Semua harta benda tersebut diberilkan untuk Rasulullah. Lalu beliau menanami tanah mereka yang luas dengan pohon kurma. Dari hasil lahan tersebut, Rasulullah Saw. dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga dan istri-istrinya untuk jangka waktu satu tahun ke depan. Adapun sisanya beliau pergunakan untuk membeli binatang ternak dan memasok senjata. Sementara itu, sebagian lagi beliau serahkan kepada Abu Bakar dan Abdurrahman ibn Auf untuk dibagikan kepada kaum Muhajirin. Namun, orang-orang Anshar tidak diberikan hasil rampasan itu sedikit pun, kecuali Sahl ibn Hanif dan Abu Dujanah Sammak ibn Khursyah A1-Anshari A1-Sa‘idi.
Imam Al-Waqidi berkata, Mukhiriq, seorang ulama Yahudi dari Bani Nadhir yang beriman kepada Rasulullah Saw, mewasiatkan harta bendanya untuk Rasulullah Saw. Akan tetapi, beliau menjadikan status harta tersebut sebagai sedekah. Isi dari wasiat adalah al-maitsib, al-shafyiyah, al-dalal, husna, burqah, al-awaf dan minuman Ummu Ibrahim ibn Muhammad Saw. Rasulullah Saw mengusir Bani Nadhir, sedangkan unta mer-ka hanya membawa baju besi dan beberapa peralatan yang dibutuhkan.
7.             Maria Al-Qibthiyah r.a. Adalah Wanita yang Sholehah
Dalam kitab AI-Fahrasat I: 498 termaktub, “Terdapat nama-nama kitab yang ditulis oleh sejumlah ahli hikmah yang kebenarannya telah kami teliti. Bahkan, dikuatkan juga oleh penelitian orang-orang yang tepercaya (tsiqat). Hasil penelitian tersebut ditulis di dalam kitab-kitab mereka. Jika kita perhatikan, di antara kandungan sejumlah kitab tersebut, terdapat pembahasan yang bertajuk, Kitab Mariyah Al-Qibthiyah Ma’a Al-Hukama hina Ijtama’u Ilahia. Artinya, Maria Al-Qibthiyah, ketika para ahli hikmah berkumpul (dan berbagi ilmu) dengannya.”
Diriwayatkan bahwa Maria A1-Qibthiyah merupakan wanita yang merniliki pengetahuan luas. Dia bukanlah seorang wanita hamba sahaya biasa. Dia adalah wanita hamba sahaya terpilih yang dihadiahkan oleh Raja Muqauqis kepada Rasulullah Saw.
Setelah Rasulullah SAW wafat, Mariyah hidup menyendiri dan menujukan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah.
8.             Wafat nya Maria Al-Qibtiyyah
 Maria Al-Qibtiyyah wafat lima tahun setelah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-46 hijrah, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab. Khalifah Umar sendiri yang menyalati jenazah Ummul Mukminin Mariyah, dan kemudian dimakamkan di Baqi’.


sbr : http://tarbiyahstaidarussalam.blogspot.co.id/2014/06/makalah-sejarah-peradaban-islam.html

Komentar

  1. saya seorang kristen katolik nama depan saya Maria dan saya memiliki kekasih seorang muslim nama depannya Muhammad ketika membaca ini sangat tersentuh dan sangat kaget bahwa ada kisah cinta seperti ini juga "Tuhan memberkati"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, semoga anda pun bisa meniru Maria Al Qibtiyah, mengikuti agama suaminya, utk masuk islam

      Hapus
  2. Kisah Maria-(ra)-nya ini ko lucu si? Saya dapat beberapa kisah Maria ra ini memang simpang siur: ada yang menyatakan sahaya (ummul walad) Nabi saw dan dalam kisah lain ada juga yang mengatakan Maria ra adalah istri Nabi saw. Tapi yang ini, dalam satu kisah mengajukan dua hal yang berbeda, yaitu: sebagai sahaya/ummul walad yang udah pasti langsung merdeka saat pemiliknya wafat (al-hadits) tapi disini juga dikatakan sebagai seorang istri yang dinikahkan Nabi saw (yang berarti bukan ummul walad). La trus dalam kisah ini yang benar tu yang mana: istri ataukah ummul walad? Tanggal turunnya Qs33:51-52 dan Mariyah ra? Atau dengan cara lain agar nampak jelas dan tidak Rancu/kacau seperti ini? Kenapa harus malu jika Nabi saw punya 9 istri plus sahaya seperti Mariyah ra, padahal Allah SWT lebih tahu atas syariat yang diturunkan? Bahkan ada kisah yang mengabarkan bahwa istri Nabi saw adalah 20. jika benar dan akurat kenapa harus malu, sedangkan para penguasa yang ada disaat itu, jumlah istri plus harem-(sahaya)-nya tu bisa berjumlah ratusan, sedangkan Nabi saw? Pada akhirnya maaf, mohon kerancuan dalam satu kisah ini diluruskan, ngapunten.

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut kisah sepengetahuan anda bagaimana? mungkin ada kisah lain yg bisa di sharing ...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Abdullah bin Umar bin Khattab (Ibnu Umar)

AWAL MULA DIADAKANNYA PERINGATAN MAULID NABI